Pagi berceloteh
Ini pagi, dengan rambut basah mencucur sampai ke wajah, diri termangu di tepi lamunan.
kepulan asap menghamburkan triliunan celoteh bisu.
Serupa dying of thirst nya downset.
Ia menangis jiwa pembangkangan, terseret!
Membawa keakuanku merantau pada jiwa-jiwa yang pernah kalah.
Sulit kadang memberi.
Kadang mempredikat diri sendiri, garis tipis antara naif dan moron.
Serupa sang penggelisah memeluk getir suara sang ibu.
Mencaci kerikil sebab bacot moral sang ayah.
Kepala batu luluh pada yang terkasih.
Akulah kalam, muara segala yang lebam.
Jika kau baru, mendewa ia niscaya.
Bukan jin ifrit, bukan saat kalah ia lari terbirit-birit.Bukankah di dunia; omnia mutantur nihil interit?
kepulan asap menghamburkan triliunan celoteh bisu.
Serupa dying of thirst nya downset.
Ia menangis jiwa pembangkangan, terseret!
Membawa keakuanku merantau pada jiwa-jiwa yang pernah kalah.
Sulit kadang memberi.
Kadang mempredikat diri sendiri, garis tipis antara naif dan moron.
Serupa sang penggelisah memeluk getir suara sang ibu.
Mencaci kerikil sebab bacot moral sang ayah.
Kepala batu luluh pada yang terkasih.
Akulah kalam, muara segala yang lebam.
Jika kau baru, mendewa ia niscaya.
Bukan jin ifrit, bukan saat kalah ia lari terbirit-birit.Bukankah di dunia; omnia mutantur nihil interit?
Komentar
Posting Komentar